Kamis, 26 Juli 2012

Pahlawan Tak Dikenal

Hari ini, aku bertemu dengan seorang pahlawan. Tukang becak. Yang mengantar kami dari Kotabaru sampai ke Babarsari, dengan bayaran yang tidak pantas. Dan kamilah orang-orang kejam itu. Aku dan mama. Yang membayar hanya dua puluh ribu untuk perjalanan sejauh entah sejauh apa. Jauh sekali. Mungkin terlalu jauh untuk perjalanan sebuah becak, dan untuk seorang tukang becak yang kurus dan berambut tipis.

Itu mungkin bukan becak pertamaku di Jogja. Yang ketiga, tapi semuanya dinaiki di hari yang sama, hari itu juga. Tapi dialah yang memperkenalkan segala sesuatu tentang becak kepadaku. Atau mungkin, hanya sebagian kecil dari kehidupan seorang tukang becak. Wajar, aku baru beberapa kali naik becak seumur hidupku. Aku ingat saat dia lewat dan menyapa banyak orang. Aku ingat saat kami berpapasan dengan tukang becak lain, yang memiliki raut wajah yang melawan terik matahari, tapi tetap tersenyum senang saat disapanya. Aku ingat saat jalan mendaki, dan becaknya melambat karena dia harus mengayuh lebih kuat.
Aku ingat saat kami sudah berjalan cukup jauh, dan becak itu benar-benar melambat tanpa ada halangan apa-apa di depan. Aku tahu dia ingin istirahat, jadi dia melambatkan becaknya, lambat sekali. Aku juga ingat saat tanjakan cukup tinggi, dan dia harus turun dari sepeda untuk mendorong kami berdua yang cukup berat.
Aku merasa ngeri sepanjang perjalanan, terutama saat jalan terasa begitu jauh dan jauh dan jauh sekali, rasanya tidak sampai-sampai. Ngeri membayangkan usaha tukang becak itu. Dan kami tidak berhenti sama sekali. Aku berpikir, mungkin aku bisa mengajaknya berhenti sesekali. Dia pasti capek. Dan melambatkan becak mungkin tidak cukup, untuk jalan sejauh itu. Kalaupun dia menolak, aku bisa berdalih aku ingin membeli minum di pinggir jalan. Jadi sekalian dia bisa beristirahat dulu. Tapi aku tidak melakukannya. Tidak cukup pede. Mama tertidur, tidak tahu apa-apa.

Saat-saat paling tragis adalah saat membayar. Dari balik atap becak yang membuatku tidak bisa melihat wajahnya, aku bisa melihat dadanya bergerak naik turun, ngos-ngosan. Berkeringat. Tapi mama yang baru bangun pun tersenyum sumringah karena sudah sampai, dan mengeluarkan dompet. Aku jadi deg-degan. Berharap mama akan membayar lebih untuk orang itu. Memberi bayaran yang pantas. Mama mencari-cari uang, tapi tidak menemukan uang kecil. Dalam hatiku, uang besar saja! Yang benar saja, dia tidak pantas dapat uang kecil! Tapi mama menemukan uang lima belas ribu dan memberikannya padanya. Aku memalingkan muka. Entah bagaimana perasaanku waktu itu. Ternyata dia minta lagi. Aku sempat berusaha memberitahu mama, tapi mama tidak begitu menangkap maksudku. Akhirnya dia dibayar dengan uang dua puluh ribu. Selembar uang sepuluh ribu dan dua lembar lima ribuan. Mataku tidak lepas darinya dan becaknya saat ia berlalu dan menghilang di belokan jalan. Pak tua yang malang.

 Akhirnya aku memberitahu mama. Dan mama menyesal. Sangat! Sangat menyesal. Mama bukan orang jahat. Bukan orang pelit. Bukan orang yang tega nawar terlalu banyak. Mama selalu mangajak orang-orang seperti itu untuk bercakap-cakap. Tukang becak, supir taksi, satpam, penjaga warung, pencuci baju… Ditanyakannya kegiatannya, pekerjaannya, keluarganya, hidupnya… Dan mereka selalu menjawab dengan senang. Tidak pernah ada orang yang cukup cuek untuk menjawab pertanyaan mama dengan dingin. Mama selalu berusaha membayar lebih. Tukang becak pertama yang kami naiki hanya minta limabelas ribu, tapi mama memberi lebih karena sudah menunggu kami mencetak foto. Supir taksi yang baik hati diberinya uang tambahan, juga karena sudah mematikan argo saat menunggu kami berbelanja.

Kali ini, mungkin bukan salah siapa-siapa. Situasinya yang salah. Mama tertidur. Aku kurang pede dan masih cenderung ikut apa saja yang mama lakukan. Uang di dompet tidak ada yang pas. Tukang becaknya hanya minta dua puluh ribu.

Kami menyesal sekali. Sedih rasanya mengingat hal itu. Rasanya kami punya hutang. Rasanya kami sudah jadi kejam sekali. Tapi mau bagaimana lagi, aku juga tidak ingat lagi dengan wajahnya... semua mirip. Mungkin hanya bisa kutebus dengan tidak mengecewakan tukang becak lainnya.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar