Minggu, 26 Agustus 2012

Tergagu, Karena Merasa Kalah.

Baru saja menjelajahi dunia maya. Dan terkesima, karena banyak hal-hal bagus tersebar di mana-mana. Banyak orang-orang yang mungkin terlihat biasa di dunia nyata, lalu menjelma menjadi motivator super di dunia maya. Tergagu, karena merasa kalah. Merasa di bawah. Sempat merasa sedih, melihat usahaku sendiri terbanting.
Tapi aku lalu berpikir, aku seharusnya bersyukur. Tuhan mau aku melihat itu, bukan supaya aku sedih, tapi supaya aku tahu. Bahwa di atas langit, masih ada langit. Bahkan mungkin, aku pun bukan langit. Atau belum sampai di langit. Aku yang selalu ingin ada di paling atas, disadarkan. Tidak perlu berusaha untuk jadi yang terbaik. Melakukan yang terbaik dari dirimu sendiri, itu baru perlu. Apa gunanya menjadi yang terbaik? Demi hormatkah? Toh aku sendiri yang meminta Tuhan untuk menghilangkan kesombonganku. Mungkin, ini salah satu jawaban-Nya..

Sombong VS Minder

Lagi-lagi wejangan dosen, aku masih ingat akan kata-kata dosen baruku tadi pagi. Katanya, hati-hati dalam menilai orang. Orang sombong, tidak selamanya sombong. Kalau dia memang tidak sombong, bisa jadi dia minder! Aku tertawa mendengarnya, walaupun yang lain tidak tertawa juga. Aku tertawa, karena aku merasakannya.

Tadi, waktu baru pulang dari kampus, dan sudah makan pagi sekaligus siang, dari kejauhan aku melihat tiga cowok berbaju kemeja berjalan dari arah samping. Cukup jauh dariku. Mereka teman-teman kelasku. Baru pulang mereka. Lalu, entah mereka sedang tersenyum padaku atau tidak, aku cuma tersenyum tipis. Takut mereka sebenarnya tidak sedang menyapaku, takut dibilang sok kenal, takut macam-macam deh! Aku berlalu sambil terus melihat mereka, dan merasa ada kata sombong terucap dari salah satu mulut mereka. Tapi, masih tersenyum.

Aku tidak menyapa bukan karena sombong. Tapi anggap saja, minder. Takut ini itu. Ingat kata Bu Lusi tadi. Orang sombong, dengan orang minder, punya penampakan yang hampir sama. Jadi, jangan sampai salah menilai! :p

Kita, Bertambah Tua

Kita semua, tak terkecuali, bertambah tua setiap harinya. Bukan cuma tubuh fisik, tapi apa yang ada di dalam. Di sini, entah di mana letaknya, tapi ada di sini, di suatu tempat dalam jiwa kita. Hati kita berubah. Pikiran kita berubah. Pendapat kita berubah. Semuanya berubah, dan berkembang, seiring dengan semakin banyaknya hal yang kita hadapi di luar sana. Apapun itu.
Aku berubah. Aku bertambah tua. Aku akan ulang tahun sebentar lagi (promosi :p), tapi bukan cuma itu, apa yang ada di dalam diriku berubah.
Kadang, apa yang dulu kita rasa benar, jadi tidak benar lagi. Bukan kenyataan itu yang berubah, tapi kesadaran kita yang berubah. Tadi kubilang, kita bertambah tua. Ya, kita makin mirip dengan orang-orang dewasa di luar sana. Mereka yang dulunya kita ejek, kenapa begini kenapa begitu. Sekarang, cuma bisa terdiam, baru mengerti. Mengerti kenapa mereka begini, kenapa begitu. Aku yang dulunya membenci bapak-bapak atau ibu-ibu yang eksis di facebook, sekarang, sedikit demi sedikit, mulai bertingkah seperti mereka, lalu terdiam. Mungkin sampai nanti, sampai kita mati, juga akan terus begini. Manusia terus belajar, kan? Kalau dipikir-pikir... melelahkan juga ya. Toh sampai mati kita nggak akan mencapai titik kesempurnaan itu. Tapi, manusia memang tidak sempurna. Daripada menyerah lalu memilih untuk tidak berkembang sama sekali?

Mau Miskin Tapi Tertawa, Atau Kaya Tapi Cemberut?

Adikku pernah bilang, standarku turun. Aku tahu itu. Tapi aku terpikir, mungkin lebih baik jadi orang bodoh yang bahagia, daripada tahu segalanya tapi tidak menikmati hidup.

Mungkin... ini sama seperti jadi orang miskin yang bersyukur, daripada jadi orang kaya yang tidak pernah tersenyum.

Kawanku, banyak orang-orang di luar sana yang masih bisa tertawa lepas, yang lebih sering bercengkrama dibanding orang-orang yang lebih kaya dari mereka. Banyak orang-orang yang tidak membutuhkan uang banyak untuk membuat mereka bahagia. Yang tidak menjadiakn kemewahan dan segala bentuk kehidupan glamor sebagai syarat tersunggingnya senyum mereka. Dan aku, mengagumi orang-orang itu.

Tapi, kalau kita ditanyai seperti itu--mau jadi orang kaya yang cemberut atau jadi orang miskin yang tertawa?--secara otomatis, pikiran kita yang tidak mau dirugikan akan menjawab: mau jadi orang kaya yang tertawa! Kalau begitu, kita ambil saja jalan tengahnya. Jadi, yang sudah kaya, bersyukur dan tersenyumlah. Nikmati hidup, jangan terlalu khawatir hartamu akan hilang, kalau kekhawatiran itu sampai merenggut kebahagiaanmu. Yang masih miskin, tetap bersyukur lalu berusahalah jadi kaya. Bersyukur bukan berarti berhenti berusaha, kan? Ayo kita saling mendoakan, supaya kita, satu per satu, bisa jadi orang kaya yang tertawa... Kalau Tuhan mengizinkan. :)

Aku Masih Ingin Menjadi Penulis. Penulis Apa Saja...

Belakangan ini, aku sedang rajin menulis. Menulis apa saja. Meringkas buku pelajaran. Menulis status di twitter. Menulis kata-kata sulit yang kutemukan di film. Menulis blog.
Aku masih bingung kenapa aku menulis. Yang pasti, aku merasa lebih baik setelah itu. Aku menulis saat aku merasa buruk. Lalu, semuanya jadi lebih baik. Atau lebih tepatnya, semuanya kembali baik. Seakan-akan, tidak ada yang terjadi...
Mungkin beberapa tulisanku sifatnya personal. Mungkin, bukan sesuatu yang sebaiknya diberikan ke banyak orang. Tapi, memang itu resikonya.
Aku suka sebuah buku. Judulnya, River's Note. Penulisnya, Fauzan Mukhrim. Dia seorang ayah. Atau mungkin, calon ayah. Buku itu adalah kumpulan catatan hariannya yang dia tujukan buat anaknya yang bahkan belum lahir. Buku itu bagus banget (sekalian promosi). Entah iya atau tidak, buku itu benar-benar ditulis sesuai perasaan dia yang sebenarnya... Aku harap memang benar. Karena aku sudah terlanjur kagum dan attached dengan tulisannya. Dengan kehidupannya, kehidupan personalnya yang dia tuangkan di dalam buku itu.
Seorang penulis, misalnya penulis jurnal seperti dia, memang sudah memutuskan untuk mengambil resiko itu. Resiko untuk membuat kehidupannya terekspos. Semuanya memang jadi bahan cemilan publik, tapi... entahlah. Kuharap ada gunanya, ada manfaatnya. Kuharap dengan menulis perkembanganku disini, pengalamanku, pemikiranku, sesuatu bisa berubah. Aku tidak tahu di mana letakku. Di atas, setara, atau di bawah? Aku tidak tahu apakah aku lebih baik dari kalian, sama, atau lebih payah, lebih alay. Aku tidak tahu apakah blog ini membuat kalian tersentuh, atau jijik. Aku cuma mau menulis. Cuma bisa bertanya-tanya, apakah seiring semakin banyak orang yang membaca postinganku, semakin banyak orang yang membenciku atau tidak. Sekali lagi, aku cuma mau menulis... Mungkin aku punya motivasi tersembunyi waktu menulis, yang aku sendiripun tidak sadar apa itu. Aku cuma berharap, semoga motivasi itu benar. Sekian.

Jangan Tanyakan Itu

Jangan tanyakan itu. Kalau kau tanyakan, aku tak bisa menjawab. Kalau kau tanyakan, hatiku bisa berubah.

Semua orang punya sesuatu. Sesuatu yang tak bisa mereka jawab jika ditanyakan. Sesuatu yang mengubah raut wajah mereka, jika ada yang menyinggungnya. Setiap orang, bahkan mereka yang hidupnya terlihat sempurna. Semuanya punya, supaya adil. Seperti semua orang mendapat makan malam yang sama, mereka juga mendapat obat pahit yang sama. Mungkin berbeda jenis, tapi semua punya. Supaya kita tidak menjadi sombong. Supaya kita tidak merasa, kita lebih baik dari yang lain. Supaya kita lebih mengerti perasaan orang lain, mereka yang sedang bersedih dan menderita. Tuhan itu adil..

Jumat, 24 Agustus 2012

Jangan Berusaha

Sedikit demi sedikit, aku sudah mengerti poinnya. Jangan berusaha. Aku khilaf, aku selalu berusaha. Berusaha jadi pusat perhatian, berusaha untuk didengarkan. Berusaha untuk terlihat, berusaha untuk dikagumi. Pantas saja, mereka tidak betah.

Randomizing the Night

Sudahlah. Berusaha pun, aku masih tak terlihat. Lebih baik tak berharap. Daripada berharap lalu dijatuhkan. Sementara, aku kembali menjadi ratu galau. Tapi cuma sebentar, cuma intermezzo.

Memang tidak ada orang yang bisa senang terus. Bahagia terus, tanpa sedikitpun terasa sedih.

Bapak penjaga kosku entah kenapa, suka berkata aku galau. Sambil bercanda dan lewat saat mengepel.Aku tertawa dan bilang, aku tidak galau! Memang tidak... Aku cuna bermain handphone. Mungkin aku hanya kurang tersenyum. Memang terbiasa begitu!

Malam ini, saat aku turun dari lantai dua kos-kosanku, aku mendongak ke atas, dan mengintip alam raya lewat udara kosong di atas tangga. Berhenti sebentar, menikmati bintang yang tergantung tinggi. Cantik. Melihat bintang dari atap. Romantis ya?

Kemana arah postingan ini, aku juga tidak tahu. Cuma ingin menulis sesuatu. Good night, vellas!

Psikologi Tidaklah Bodoh


Seorang dosen di fakultasku pernah berkata: Hanya ada dua alasan kenapa seseorang memilih fakultas psikologi. Pertama, karena sering dengar curhat, kedua, karena sering curhat ke orang. Mereka yang sering dengar curhat, mungkin merasa terpanggil untuk menolong orang lain. Mereka yang sering curhat ke orang, mungkin merasa terpanggil untuk menolong diri sendiri... Ini hanya banyolannya, tapi banyak yang tertohok. Mungkin kesimpulan yang enak didengar adalah mencoba menolong diri sendiri dan orang lain. :)

Masih dosen yang sama, ia pernah bilang kalau sekarang ini, banyak psikolog yang pakai common sense untuk menjawab pertanyaan, misalnya di TV. Jawaban yang semua orang juga sudah tahu. Ia bilang, cobalah berpikir kritis. Kalau ada yang promosi macam-macam, cobalah mencari tahu, mencari bukti, mencarri kebenaran. Bukan dengan pendapat sendiri, tapi dengan penelitian. Walaupun belum bisa dilaksanakan penelitian itu, tapi setidaknya, kita sudah mulai berlatih berpikir kritis.

Dosen yang lain, juga pernah menyinggung soal common sense. Begini katanya: Ingat-ingat tujuan kita selama 4 tahun ini: jadi sarjana psikologi. Seorang sarjana psikologi harus berbeda dari orang-orang biasa, harus berbeda dari para penulis psikologi populer, harus berbeda dari mereka yang menjawab dengan common sense. Psikolog, adalah ilmuwan. Ilmuwan menganalisa dengan menggunakan data. Dengan teori.

Masih dosen yang sama, berkata bahwa banyak sekali tulisan dan artikel tentang 'diri'. Itu wajar. Karena setiap orang, pasti punya pengetahuan tentang diri. Diri mereka sendiri, terutama. Tapi seorang sarjana psikologi, menganalisa dengan data dan metode ilmiah. Itu yang membedakan kita dengan orang-orang lain...

Kira-kira semacam itu. Aku senang mengetahuinya, semakin yakin kalau psikologi bukanlah ilmu bodoh seperti yang banyak orang pikirkan...


"Psikolog, adalah ilmuwan."
"Setiap orang, pasti punya pengetahuan tentang diri. "

Rabu, 22 Agustus 2012

Do Not Read.. Forget it. You read it anyway.

This is almost midnight. People have gone to sleep, and I planned to. But these thoughts are making me sad. I don't know. I don't know how to fight them.. yet.
The problem is, I can't differ. Which one is right? Which one is wrong? Even if I could, then i couldn't find anybody here who has the same thought with me. The same way of thinking. God, could You send one, please? I feel so miserable here, so many people makes me think that they are right, and I am.. weird. Yes, they call us weird. Is it true, God? Or is it just they who have such a dumb head? Maybe, this is just not my place? I just don't belong here and I don't need to fit in. I'm confused, God. Do I have to change? If I don't, it's quite hard to survive. Way too hard! Nobody stands by me. Nobody seems to understand my thoughts. Nobody seems to be the same with me. Send me one, God. Send me one.. I need them. Soon. I'm begging..

-a midnight in my room, filled with confusion and dried tears. a personal diary you shouldn't read. it is me who's dumb, to write it here is a stupidity, but it still felt urgent anyway. i just need to write it here idk why-

Minggu, 19 Agustus 2012

"A Leader?" A Morning Interview With Myself..

Q: Menurutmu, apa saja kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin?
A: Hmm... Pertama, kepercayaan diri. Tanpa kepercayaan diri, seorang pemimpin bahkan tidak dapat memimpin dirinya sendiri. Lalu... pikiran yang jernih, yang tenang, tidak panik dalam tekanan. Supaya saat ada masalah, ia tetap bisa terlihat tenang, dan para bawahannya pun mengikutinya. Orang yang tetap tenang pun akan lebih mudah mengambil keputusan. Keputusan yang diambil pun lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi keputusan yang salah/kurang tepat.

Q: Ada lagi?
A: Masih! Banyak. Para pemimpin itu... mereka harus bisa jadi first mover. Berani mengekspresikan diri. Selalu bersemangat dan antusias saat melakukan sesuatu, bahkan ketika sedang berbicara. Mampu mendengarkan, mampu menerima dan melaksanakan pendapat anggotanya, walaupun kurang sesuai dengan pendapatnya pribadi. Harus bisa mengalah dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksakan kehendaknya, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Harus bisa melihat suatu masalah dalam suatu gambaran besar, dan menyelesaikannya dalam potongan-potongan kecil. Punya tatapan mata yang bersemangat dan meyakinkan. Selalu berpikir positif = optimistic. Di lain pihak, dia juga harus mampu mengantisipasi masalah yang mungkin akan datang. Seorang pemimpin... tidak boleh mudah menyerah. Samasekali tidak boleh!

Q: Menurutmu, di manakah posisi seorang pemimpin?
A: Menurutku... seorang pemimpin ada di mana-mana. Dia ada di atas, untuk memantau dan mengatur kelompoknya. Dia ada di depan, untuk memberi contoh dan memilihkan jalan untuk diikuti para anggotanya. Dia ada di samping, kanan dan kiri, untuk menjadi teman dan sahabat para anggotanya. Juga, ada di belakang... untuk mendorong para anggotanya, memberi semangat agar terus melangkah maju. Tapi ia tidak boleh ada di bawah, karena pemimpin harus dihormati, dihargai, dan tidak dianggap remeh oleh para anggotanya. Yep, dia harus pandai-pandai menempatkan dirinya sendiri.

Q: Pernahkah kau melihat atau bertemu orang-orang dengan kualitas seperti itu?
A: Pernah. Merekalah yang menginspirasiku saat aku menulis ini. Saat ditanya kualitas-kualitas seorang pemimpin, aku membayangkan kualitas mereka, kualitas yang mereka pakai dalam memimpin suatu kelompok (bahkan kelompok kecil sekalipun). Karena mereka = pemimpin. Kepemimpinan itu, bukanlah suatu label/lapisan yang ditempelkan di pribadi seseorang. Kepemimpinan harus mengalir. Menyatu dengan kepribadian seorang individu. Harus terlihat dalam tindakan-tindakannya setiap hari. Misalnya, berani mengatur dirinya sendiri (sekedar berusaha untuk tepat waktu, atau belajar menahan emosi), punya inisiatif, dan sebagainya. Oh ya, kau tidak bisa berpura-pura menjadi seorang pemimpin. Kalau kau berpura-pura, mereka akan percaya padamu (pada awalnya), mengangkatmu sebagai pemimpin, lalu kau akan mengacaukan semuanya.

Q: Apakah menurutmu semua orang bisa menjadi pemimpin?
A: Ada orang yang terlahir dalam keluarga yang berjiwa pemimpin. Ada anak yang bersekolah di sekolah bagus yang menanamkan nilai-nilai kepemimpinan. Untuk mereka, akan lebih mudah menjadi pemimpin. Bahkan, mungkin mereka telah menjadi pemimpin tanpa mereka sadari. Nah, untuk orang-orang yang tidak seberuntung mereka, akan lebih sulit, akan lebih banyak perjuangan, tapi tidak berarti mustahil. Buktinya saja, ada banyak universitas yang mengiginkan siswanya memiliki jiwa kepemimpinan pada akhirnya. Banyak seminar dan workshop tentang kepemimpinan (leadership), buku-buku tentang itu, artikel di internet, yang membuktikan bahwa kepemimpinan bisa diperoleh dengan usaha. Dan kemauan.

Q: Nah... Kau sendiri, kenapa ingin jadi pemimpin?
A: Mungkin karena aku pemimpin yang buruk. Kalau mau berprestasi, harus bisa jadi pemimpin. Tidak bisa jadi follower saja. Kalau mau beasiswa, harus punya jiwa pemimpin. Kalau mau dapat kerjaan bagus, harus mampu jadi pemimpin. Juga, kalau mau jadi pribadi yang lebih baik, harus bisa jadi pemimpin, pemimpin bagi diri sendiri. Begitulah!

Q: Oh, kalau begitu, saya cukupkan saja sampai di sini. Semoga berhasil ya menjadi pemimpin!
A: Ya... Terimakasih. : )

"Seorang pemimpin ada di atas, ada di depan, ada di samping dan di belakang, tapi tidak boleh ada di bawah."

"Seorang pemimpin harus bisa melihat suatu masalah dalam suatu gambaran besar, dan menyelesaikannnya dalam potongan-potongan kecil."


"Seorang pemimpin tidak boleh mudah menyerah. Samasekali tidak boleh!"

Jogjakarta, 20 Agustus 2012


Sabtu, 18 Agustus 2012

Kami Cuma Penulis Blog

Untuk apa aku menulis? Aku tidak tahu. Aku hanya menulis saja. Sambil sesekali melirik ke masa depan, bertanya-tanya apakah aku akan jadi penulis sungguhan. Mungkin tulisanku naif, tidak sempurna, tapi itulah aku. Aku yang sedang belajar, aku yang tidak akan berhenti belajar. Mungkin aku akan berubah. Suatu hari nanti, aku mungkin akan membuka kembali postingan lama dengan wajah bersemu merah, dan buru-buru menghapus semua yang memalukan. Sama seperti aku di masa sekarang yang malu dan menghapus foto-foto lamaku yang meletakkan dua jariku di bibir. Oh betapa.

Aku, di sini, bersama semua penulis blog lainnya, memang tidak sempurna. Kami bukan orang-orang hebat yang memimpin sebuah negara. Bukan juga motivator yang menginspirasi ribuan orang yang haus akan semangat hidup. Bukan juga penulis buku bestseller yang bukunya dibaca banyak orang dari berbagai kalangan.

Kami bukan orang-orang yang sudah ada di tangga atas, berhasil melewati semuanya, sukses menjalani hidup. Mungkin, kebanyakan dari kami adalah orang-orang yang sedang belajar, berusaha berkembang, dan blog ini--tulisan-tulisan ini--adalah salah satu cara kami untuk berjuang. Kami para pembelajar. Bahkan, orang-orang sukses itu juga masih terus belajar. Idealnya, tidak ada manusia yang bisa berhenti belajar.

Intinya, kami cuma penulis blog. Kami menulis apa yang kami ketahui, seringkali dengan akal pikiran kami yang terbatas ini. Kami berbagi apa yang kami rasakan, berbagi berbagai pengalaman berkesan kami, yang mungkin tidak penting menurut kalian. Kami menyatakan perasaan kami, 'pencerahan' yang kami dapatkan, dan maafkanlah kami jika terkesan sedikit menggurui.

Jika sedikit yang tidak suka tulisan kami, dan banyak yang suka, kami akan sangat senang, dan setiap pujian akan kami jadikan motivasi untuk menulis lagi dan lagi. Tapi jika banyak yang tidak suka tulisan kami, dan sedikit yang suka, berarti mungkin kesalahannya ada pada kami. Kalau sudah begitu, kami tidak akan bisa apa-apa, kecuali kalian--para haters--bersedia memberitahu kami. Kalau tidak, cukup doakan saja kami, supaya suatu hari nanti, kami bisa berubah dan dengan wajah bersemu merah, berusaha menghapus postingan-postingan yang memalukan. :)

Jangan Ucapkan Kata Ini

Jangan pernah ucapkan kata ini pada orang lain, karena kita juga mungkin pernah melakukannya. Jangan pernah menuduh orang lain dengan kata ini, karena mungkin kita juga sedang dituduh. Jangan ucapkan kata ini : munafik.

Kemunafikan itu sederhana. Tersebar dalam percakapan kita. Dalam hubungan percintaan kita. Dalam tindakan kita, dalam kebohongan kita. Dan sebersih apakah aku ini, sampai sanggup bicara soal kemunafikan? Aku hanya ingin bilang, kita semua sama.

Mereka yang Berbeda, Mereka Ada

Ada, tipe orang yang berbeda. Tipe orang yang mungkin... sulit ditemukan. Mereka yang tidak sama. Mereka yang terkadang, membuat orang lain bingung. Membuat orang lain tidak mengerti, dan bertanya mengapa? Atau berucap, aneh. Atau membuat orang berdecak sambil berbisik, dia terlalu baik.

Itu mereka, orang-orang yang tidak pernah marah. Mereka yang merendahkan pijakan mereka sendiri, untuk mengangkat orang lain. Mereka yang diam saat dimarahi, atau merelakan saat dikhianati. Mereka yang tidak tahu cara membalas ejekan. Atau bahkan, sekedar candaan. Mereka yang merasa berdosa dan jahat, hanya ketika mereka mencoba untuk bercanda sambil 'menghina'. Mereka ada.

Mereka ada, dan kau tahu, mereka beruntung. Karena beberapa di antara mereka, dikelilingi oleh malaikat-malaikat paling baik di dunia. Malaikat-malaikat yang tahu, mereka harus menjaga hati yang lembut ini. Yang melindungi mereka, saat mereka tidak tahu bagaimana melindungi diri sendiri. Yang tidak segan-segan marah besar, saat tahu ada orang yang tega menyakiti mereka. Malaikat-malaikat itu simpel, mereka disebut 'sahabat'.

Aku tidak membicarakan diriku sendiri, karena aku tidak memiliki semua sifat itu. Mungkin ada beberapa di antaranya. Tapi aku akhirnya tahu satu dua orang yang seperti itu. Dan sadar, bahwa kami beruntung. Karena aku pun, punya malaikat-malaikat itu. :)

Selasa, 14 Agustus 2012

Hari Pertama... Belajar Psikologi!

Hai. Ini hari pertama saya belajar psikologi. Senang? Iya! Kenapa? Karena... ternyata psikologi memang menarik. Menurut saya, karena mungkin banyak orang yang tidak tertarik. Tadi, baru saja belajar psikologi kepribadian. Menyenangkan sekali! Kami belajar tentang teori-teori, tentang penggagasnya, tentang definisi kata, yah mungkin terlihat sedikit membosankan. Tapi buatku, tidak. :]

Aku belajar banyak hal tentang psikologi hari ini. Akan kutuliskan yang kuingat. Siapa tahu ada seseorang yang ingin tahu.

Pertama-tama, kami belajar mengenai kata 'teori' dan definisinya. Syarat-syarat suatu teori yang baik itu, harus merupakan beberapa pandangan yang dapat dirangkaikan dalam satu tema, dapat diuji, konsisten.
Diajarkan cara berpikir orang Jerman dan orang Amerika yang berbeda. Para ahli psikologi di Amerika terutama mengumpulkan berbagai data dan bukti, lalu dari data-data itu menyimpulkan suatu teori yang sah. Nah, kalau di Jerman, kebalikannya. Suatu teori dinyatakan, baru setelah itu dibuktikan dengan keberadaan data-data. Benar atau salah. Kalau menurut pendapatku, sepertinya sang dosen merujuk cara berpikir orang Jerman yang lebih baik. Tapi aku tidak begitu memperhatikan bagian itu tadi..

Lalu diajarkan bahwa suatu teori itu harus bisa mengembangkan penelitian. Jadi, seperti sebuah siklus. Teori dibuat, lalu dibuktikan, lalu ternyata teori itu kurang lengkap/kurang tepat, lalu hasil pembuktian itu akan merevisi teori yang sebelumnya sudah ada. Pusing? Ya sudah, tidak usah dipikirkan.

Aku ingat bahwa tadi dikatakan bahwa suatu penggagas teori, yang terkenal seperti Freud, Jung, Erikson, dll ternyata membawa kepribadian mereka sendiri di dalam teori mereka. Aku cukup terkesan dengan hal itu, dan bahkan setiap teori pun punya kepribadian bawaan dari pencipta mereka. Lalu sang dosen yang ialah seorang biarawati, juga mengungkit sedikit soal tes kepribadian. Bahwa dalam suatu tes, hal yang paling membuat rumit adalah manusia itu sendiri. Bahwa manusia itu sangat kompleks. Ia bisa bertindak introvert di suatu waktu, dan pada situasi lain ia bisa menjadi ekstrovert. Kira-kira seperti itu.


Yah, cukup sudah penjelasan ulangnya. Sebenarnya bukan hanya itu, masih banyak lagi. Tapi, toh tidak ada yang mau membaca seperti itu. Aku cuma  sekalian ingin mengetes, apakah aku masih ingat. Orang bilang, kalau kita sudah bisa menjelaskan kembali dengan kata-kata kita sendiri, artinya kita sudah benar-benar paham. Dan... taraaaaa.. aku paham. :]

Yang pasti, aku menikmati pelajaran ini. Aku tidak mengantuk sama sekali, aku mengangguk-ngangguk kalau setuju dan merasa senang, aku merasa ingin membaca lagi dan lagi dan tahu semuanyaaa! Mungkin ini yang orang bilang passion. Yang buat kita semangat, buat kita nggak terpaksa, buat kita nggak terbebani. Tadi aku terpikir, aku sudah bukan siswa SMA lagi. Yang belajar malas-malasan, harus belajar semuanya, harus dapat nilai bagus. Di sini, kita sudah memilih sendiri apa yang kita mau, yang kita minati, jadi tentunya salah kalau kita malas-malasan. Di sini, kita mempelajari apa yang kita ingin pelajari. Singkatnya, bukan seperti  seorang siswa SMA yang HARUS belajar, tapi seperti seorang PROFESOR yang ingin tahu dan ingin tahu dan ingin tahu semuanya...

Yah. Sudah cukuplah cuap cuap sok tahu ini. Saya cuma ingin berbagi. Kalau naif, maafkanlah. Manusia tidak sempurna. Para penulis blog juga tidak. So, enjoy your day, dan semoga Tuhan memberkati langkah kita, supaya sukses nantinya! Amin!

"Cari tahu apa kesukaanmu. Jadilah hebat di bidang itu. Pelajari semua yang ingin kau tahu, dan jadilah yang ada di atas. Pada akhirnya, kau yang tidak memikirkan uang akan berlimpah dengan uang yang datang dengan sendirinya." (amin)

Senin, 13 Agustus 2012

Tapi Aku Menyukainya, Kawan

Teman-teman, berubahkah aku? Ya, aku berubah. Aku sendiri... lumayan merasakannya. Aku tidak tahu kalian menyukainya atau tidak, tapi aku menyukainya, kawanku. Rasanya senang. Kalau kalian tidak suka, kalian bisa bilang padaku. Mungkin perubahanku ada yang salah. Tapi jangan menjauh dariku. Maafkan aku kalau percakapan kita jadi terasa berbeda. Maafkan aku kalau kalian harus menyesuaikan diri lagi. Tapi aku harus berubah, karena memang itu keinginanku dari dulu. Aku harap kalian menyukainya. Tetap jadi sobatku, ya. Kalau kalian masih mau...

Kalau Aku Menelepon Mamaku, Aku Tidak Manja!

Kalau aku selalu mau pakai helm walau dekat, atau selalu melapor pada mama tentang kejadian-kejadian baik ataupun buruk, atau selalu minta izin dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak bohong pada mama, itu bukan karena aku anak manja. Bukan karena aku anak mami. Bukan karena aku pengecut dan takut melawan. Aku hanya sadar, tugas mama dan papa untuk mendidikku. Hidupku akan jadi lebih baik, selama ada yang mengontrol dan memantau perkembanganku. Dan itu hanya bisa terjadi kalau ada kejujuran. Aku mengerti cara kerja mama. Aku dan mama, kami adalah tim. Dalam tim, ada kepercayaan. Aku sudah mendapat kepercayaan itu. Dari mama, dan papa juga. Sejak kecil. Dan percayalah, seorang anak yang diberi kepercayaan rasanya akan berbeda dengan seorang anak yang melakukan tugas orangtuanya karena takut akan paksaan.
Jadi, kalau aku menelepon mamaku dan menceritakan hal-hal yang mungkin tidak akan kau ceritakan pada ibumu, jangan tertawai aku. Aku hanya mencoba menjadi anak yang baik, walaupun sering juga aku menyakiti orangtuaku. Aku minta maaf ma, pa, dan terimakasih sudah jadi orangtua yang sangat baik sekali, untuk aku dan Piter. :]

Kalian, Ya, Kalian Beruntung!

Kalian beruntung. Kalian, orang-orang yang punya sedikit bakat, punya kemampuan terbatas. Orang-orang dengan bakat yang banyak dan berlimpah akan tertidur. Terbuai, yakin dengan masa depan mereka, sementara kalian berjuang, bekerja, mengubah sedikit yang ada pada kalian menjadi harta yang berlimpah. Berjuanglah! Lihatlah kesempatan dan saliplah mereka dengan semangat kalian!

Tuhan, Ini Untuk Sahabatku

Tuhan, terimakasih untuk sahabat-sahabatku. Mereka yang sudah ada sejak lama. Selalu berusaha untuk tetap jadi satu, walaupun terlalu banyak perbedaan di dalamnya. Mereka yang selalu berusaha untuk menjagaku tetap ada di dalam mereka, walau aku tidak memberikan banyak untuk mereka, pada awalnya. Mereka Borobudur. Bukan geng, kata mereka, walau kadang-kadang kami bersikap seperti geng-geng pada umumnya. Mereka sepuluh orang sahabat SMA yang berusaha tetap jadi sahabat, walaupun sudah terpisah oleh jarak dan teman-teman baru. Dan sampai sekarang, kami masih sahabat. Tuhan, panjangkanlah umur persahabatan kami. :]

Tuhan, aku juga punya teman-teman baru. Terimakasih. Mereka juga baik, senang rasanya. Engkau beri kami kekompakan dan persahabatan baru yang menyenangkan. Mereka baik, peduli padaku. Semoga saja sampai nanti sikap mereka juga masih tetap bersahabat.

Tuhan, terimakasih untuk sahabat-sahabatku. Mereka hadiah yang indah, yang kau berikan untuk membantuku menghadapi hidup. Membantuku saat aku menangis. Dan membantuku mempelajari hal-hal baru. Jaga mereka, ya Tuhan. Beri mereka tidur yang nyenyak malam ini.

Selamat Malam, sahabat. :]

Selasa, 07 Agustus 2012

Pembangkang

Biar kuberitahu, ya. Dulu aku anak pembangkang. Bukan pembangkang yang sering dugem-dugem keluar dan ikut geng motor, LOL itu kejauhan. Apalagi buatku. HAHAHA. Pembangkangku itu... nggak mau ngalah. Sama siapa aja. Tapi paling sering, sama orang tua. Sama mama.

Oh ya, aku pernah bercerita tentang kos baruku, kan? Ternyata, aku memang terlalu cepat menyimpulkan. Biar kuceritakan lagi.

Aku menelepon mamaku. Dan sesekali bercerita tentang itu. Aku bilang, aku tidak bisa berteman dengan mereka. Mama bilang, kenapa? Kubilang, mereka sudah berteman dari dulu, jadi susah buatku kalau mau ikutan. Mama menyanggah dan bilang, tidak boleh begitu~ Kan teman satu kos. Sudah seperti keluarga lah, anggap saja begitu. Kataku, sudah kucoba ma, tapi cuma sebatas saling nyapa, terus udah. Lalu mama memberi wejangan lagi, aku lupa sih isinya, tapi yang pasti, aku tidak membantah seperti biasanya. Aku mengalah dan akhirnya bilang, oke deh ma. Sesuatu yang dulu tidak akan mungkin kulakukan.

Dan ternyata, semua jadi lebih baik.

Ada Yang Bilang

Ada yang bilang, aku beruntung. Punya semuanya. Bisa semuanya. Tapi, tidak juga. Mungkin ini masalah persepsi. Mereka bilang aku pintar. Mereka bilang aku berbakat. Aku mungkin bersyukur saja, tapi aku tidak sudi dianggap jauh di atas mereka. Toh aku juga menganggap orang lain seperti itu. Aku bilang mereka supel. Aku bilang mereka percaya diri. Pada akhirnya, yang kita lihat dari orang lain itu... apa yang tidak kita miliki. Atau, apa yang ingin kita miliki. Iya atau tidak? Mungkin saja. Tidak tahu deh.

Dulu, Aku Bukan Manusia

Aku manusia. Punya badan, punya pikiran. Tapi aku belum punya hati. Dulu.

Dulu, aku tidak peduli kalau ada yang meninggal. Sebenarnya bukan tidak peduli, tapi tidak bisa jadi sedih. Aku mau ikut-ikutan sedih seperti yang lain, tapi tidak bisa. Bagiku, kematian itu hal biasa. Semua orang pasti akan mati. Mungkin aku akan sedih kalau kisahnya tragis atau semacamnya.

Dulu, aku juga tidak mengerti kalau ada yang menangis. Teman-temanku yang lain bisa menghapus air mata temannya, lalu ikut-ikutan diam dan menunduk. Tapi aku tidak bisa. Menurutku itu konyol. Aku cuma bisa berdiri mematung dengan canggung, tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi sekarang, ada sesuatu yang mengubahku. Aku tidak akan bilang itu apa, atau siapa, yang pasti aku sangat berterimakasih.

Ada yang salah denganku. Masalahnya adalah, aku tidak bisa ikut merasakan yang orang lain rasakan. Apa ya sebutannya? Empati kah? Aku lupa. Tapi kalian pasti mengerti maksudku.

Biasanya, aku tidak pernah punya masalah yang cukup mengganggu hari-hariku. Kalaupun dulu aku menangis atau stres atau apalah itu, itu cuma karena pikiranku sendiri yang membandel dan menyakiti diriku sendiri. Tapi kali ini, aku menangis karena benar-benar ada masalah. Dan waktu itu, yah, anggap saja aku sedih sekali.

Biasanya, kalau aku sedang sedih, aku akan tetap pura-pura senang dan tertawa seperti biasanya. Atau sesekali menertawakan diriku sendiri di depan orang lain. Aku tidak butuh rangkulan dari teman-temanku, yang ada aku malah jadi malu kalau dikasihani, entah kenapa. Mungkin egoku yang terlalu tinggi menghalangiku untuk meminta bantuan dari teman-temanku. Mungkin aku yang biasanya berdiri sendiri, jadi malu kalau mencoba menjadi lemah di depan orang lain.

Tapi kali itu, aku tidak bisa sendirian. Waktuku hampir habis dan aku harus pulih secepat mungkin. Lagipula, aku tidak bisa lagi pura-pura senang. Waktu itu (pelan-pelan memang, tidak langsung), aku memotong sedikit demi sedikit egoku. Dan saat itu aku sadar, bahwa aku butuh teman-temanku. Baru kali itu aku mengerti rasanya ditemani dan dihibur saat hatimu sedang ada di tingkat paling bawah. Aku baru mengerti rasanya punya 'masalah'. Punya sesuatu yang pantas ditangisi. Atau, mengerti rasanya kehilangan seseorang. Sekarang aku mengerti, orang-orang yang sedang sedih (sangat) butuh dihibur. Itu bukan kekonyolan atau sekadar formalitas seperti yang selama ini kukira. Dan untuk bisa menghibur, kau harus bisa mengerti dulu. Aku bersyukur. Karena akhirnya aku punya hati, yang bisa mengerti hati orang lain. Mungkin ini baru sedikit. Mungkin masih banyak yang belum aku mengerti. Tapi aku tetap senang. Maka kutuliskan di sini.

Rabu, 01 Agustus 2012

Kotak Korek Api

Seorang dosen di universitas baruku waktu itu menyampaikan sebuah sebutan. Dan belum pernah kulupakan sampai sekarang: kotak korek api. Mungkin itu sudah terkenal, hanya aku saja yang baru mendengarnya... Tidak tahulah. .__. I'll write it here, buat yang belum pernah dengar juga...

Seekor kutu anjing sebenarnya bisa melompat jauh sekali. Tapi seseorang memasukkannya ke dalam sebuah kotak korek api. Kutu anjing itu melompat, tapi tertabrak. Tidak bisa melompat tinggi. Kutu anjing itu pun menyesuaikan lompatannya, sampai akhirnya ia tidak mampu lagi melompat setinggi yang biasanya. Bahkan, setelah dikeluarkan pun, dia hanya bisa melompat setinggi batas kotak korek api...

Aku terkesan, karena banyak kejadian seperti itu. Entah aku yang mengalami, entah melihat pengalaman orang. Senang rasanya bisa tahu istilahnya. Dan jadi yakin kalau fenomena seperti itu memang ada.

Aku dan Kos Baruku

Aku dan kos baruku. Hanya penghuni sebuah kamar di lantai atas yang hampir tak berteman. Dekat, tapi jauh. Ada tiga mahasiswa baru juga di lantai bawahku, di mana aku selalu melewati kamar mereka dan aku, sesekali menyapa. Mereka menganggapi, tapi hanya sebatas itu. Tidak terlihat ingin menjalin hubungan pertemanan yang lebih. Aku mengerti. Mungkin, karena mereka sudah berteman lebih dahulu. Atau mungkin, memang tidak cocok. Atau mungkin juga, mereka tidak suka padaku. Atau bisa jadi, aku cuma terlalu cepat menyimpulkan...

Aku dan kos baruku. Hanya penghuni sebuah kamar di lantai atas yang ditempatkan paling ujung. Paling ujung dari sebuah lorong yang hanya terdiri dari dua kamar, sebenarnya. Tapi terkadang, sepi. Tidak ada orang yang lewat di depan kamarku, mengibaskan angin sembari berjalan melewati pintuku. Kakak yang tinggal di sebelahku sebenarnya juga sering keluar masuk kamar, menimbulkan suara gaduh membuka kunci, tapi hanya sebatas itu. Atau suara percakapan dengan kakak di kamar sebelahnya lagi, yang kelihatannya mereka sudah berteman cukup dekat dan punya kegiatan mereka sendiri. Pernah aku bicara dengan mereka, mengobrol sebentar tentang OSPEK dan laundry, lalu percakapan terhenti dan suasana menjadi canggung dan menggantung. Lalu selesai. Sebatas itu.

Jadi, tinggal aku dalam kos baruku, yang sesekali bernyanyi di kamar mandi dengan suara keras, tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, aku menikmati hidup baruku, kok. :)

Gila Hormat

Aku bolak-balik mengecek dasbor bloggerku, mencari tahu berapa banyak tampilan yang sudah ada. Berapa kali orang membaca blog ini. Tapi... untuk apa? Untuk menghibur diri, aku berkata bahwa aku melakukannya karena aku tidak ingin tulisanku terbuang begitu saja, tanpa sempat singgah di pikiran para 'pembaca yang setia'. Mungkin saja benar. Tapi mungkin juga, aku cuma gila hormat... Belakangan ini, aku suka mengecap diriku seperti itu. Mungkin saja benar. Aku kan tidak bisa begitu yakin, kecuali ada orang yang memberitahuku. Tapi tidak ada yang memberitahuku. Kupikir, mereka pasti tidak berani. Atau mungkin, mereka tidak peduli dengan urusan pribadi masing-masing. Atau mungkin, aku hanya kurang terbuka untuk jadi orang yang bisa mereka ajak bicara soal itu...

Aku Belajar

Aku banyak belajar. Aku belajar bahwa suka membaca itu benar. Aku belajar bahwa menyapa duluan itu tidak apa-apa. Aku belajar bahwa kita tidak perlu tampil sempurna. Aku belajar bahwa suka menulis terkadang memang terkesan naif, tapi itu cukup baik untuk mengembangkan diri. Aku belajar bahwa selama kita tidak melakukan hal yang salah, itu sah-sah saja untuk dilakukan. Aku belajar untuk lebih menghargai tindakan apapun yang kuambil.

Aku belajar untuk bangun pagi dengan pikiran yang positif. Aku belajar bahwa tidak semua orang bisa kita jadikan teman begitu saja. Aku belajar bahwa orang-orang bergaul dengan cara yang berbeda. Aku belajar bahwa apa yang dia katakan benar, belum tentu benar. Aku belajar bahwa kalau orang lain bodoh, kita tidak perlu jadi bodoh untuk bisa berbaur dalam candaannya. Aku belajar bahwa momen yang canggung itu wajar dan terjadi di antara orang-orang supel sekalipun. Aku belajar bahwa orang-orang kaya ternyata juga menyetrika baju mereka sendiri, sesuatu yang dulunya jarang sekali kulakukan. Aku belajar bahwa persahabatan itu sangat penting, walaupun aku baru bisa menyadarinya setelah aku merasa diabaikan atau ditinggalkan. Ada banyak sekali yang kupelajari--tidak bisa kutuliskan semuanya di sini!

Kamu Benar, Aku Salah. Tidak Lagi!

Belakangan ini, aku dapat satu hal baru. Hal yang penting banget buatku pribadi. Banget! Aku belajar kalau dalam soal karakter, nggak ada yang salah, dan nggak ada yang benar. Paham? Well... Selama ini, aku selalu ngerasa kalau sikapku itu salah. Orang lain yang benar. Bahkan dalam hal-hal sepele. Dalam 'siapa yang menyapa duluan', dalam hobi dan kebiasaan. Aku suka membaca. Suka menulis. Suka menonton film-film yang tidak disukai kebanyakan orang. Suka membaca novel terjemahan yang tebal-tebal. Suka musik yang tidak terkenal, tidak suka musik pop yang selama ini beredar di pasaran anak muda. Suka warna yang soft dan padu, bukan warna ngejreng dan berani. Suka pakai kaos, tidak suka pakai accesories macam-macam. Tapi bertahun-tahun, aku dijejali fakta bahwa seleraku salah. Seleraku aneh. Aku ketuaan. Dan bodohnya, aku percaya. Aku benar-benar percaya bahwa seleraku salah, dan selera mereka yang benar. Lalu aku mulai belajar, belajar untuk menjadi seperti mereka. Untuk mendapat perlindungan dalam kesamaan, untuk mendapat dukungan dan kesenangan. Aku cukup lama 'tersesat' sampai perlahan-lahan, aku bertemu satu-dua orang yang... sebutlah menginspirasiku. Mereka mungkin bukan siapa-siapa. Bukan tokoh ternama atau orang bijak, tapi mereka adalah orang-orang yang sama denganku. Bedanya, mereka berani menunjukkan kalau mereka berbeda. Bedanya, mereka tidak pernah menganggap kalau pilihan mereka itu sesuatu yang salah. Lalu aku mulai sadar... Yah begitulah. Cukuplah bermelankolisnya! Aku hanya anak yang kurang percaya diri--benar kata orang-orang. Tapi aku tidak pernah berhenti mencoba mengubahnya. Goodluck, Geb!